Dengan takwa kita gapai masa depan gemilang dan kehidupan hakiki

Posted by Anonymous On Monday, April 2, 2012 0 comments

Oleh: Agus Salim Khan
Para hadirinyang berbahagia.
Pada hakekatnya tak ada penyejuk yang benar-benar menyegarkan, dan tak ada obatyang paling mujarab selain taqwa kepada Allah. Hanya taqwa kepadaNyalahsatu-satunya jalan keluar dari berbagai problem kehidupan, yang mendatangkankeberkahan hidup, serta menyelamatkan dari adzabNya di dunia maupun di akhiratnanti, karena taqwa jualah seseorang akan mewarisi Surga Allah Subhannahu waTa'ala.

Saudara-saudara yang berbahagia.
Pengertian taqwa itu sendiri mengandung makna yang bervariasi di kalanganulama. Namun semuanya bermuara kepada satu pengertian yaitu seorang hambameminta perlindungan kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dari adzabNya, hal inidapat terwujud dengan melaksanakan apa yang di perintahkan-Nya dan menjauhi apayang di larang-Nya.
Para hadirin yang berbahagia
Bila kata taqwa disandarkan kepada Allah maka artinya takutlah kepadakemurkaanNya, dan ini merupakan perkara yang besar yang mesti ditakuti olehsetiap hamba. Imam Ahmad bin Hambal Radhiallaahu anhu berkata, “Taqwa adalahmeninggalkan apa-apa yang dimaui oleh hawa nafsumu, karena engkau takut (kepadaDzat yang engkau takuti)â€. Lebih lanjutia mengatakan, “Takut kepada Allah, ridha dengan ketentuanNya danmempersiapkan diri untuk menghadapi hari kiamat nanti.â€

Para hadirin yang berbahagia
Pada hakekatnya Allah Subhannahu wa Ta'ala mewasiatkan taqwa ini, bukan hanyapada umat Nabi Muhammad, melainkan Dia mewasiatkan kepada umat-umat terdahulujuga, dan dari sini kita bisa melihat bahwa taqwa merupakan satu-satunya yangdiinginkan Allah.
Allah Subhannahu wa Ta'ala menghimpun seluruh nasihat dan dalil-dalil,petunjuk-petunjuk, peringatan-peringatan, didikan serta ajaran dalam satuwasiat yaitu Taqwa.

Hadirin yang berbahagia.
Pernah suatu ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam berwasiat mengenaitaqwa, dan kisah ini diriwayatkan oleh Irbadh bin Sariyah bahwa RasulullahShalallaahu alaihi wasalam shalat subuh bersama kami, kemudian memberi nasihatdengan nasihat yang baik yang dapat meneteskan air mata serta menggetarkan hatiyang mendengarnya. Lalu berkatalah salah seorang sahabat, “Ya Rasulullah,sepertinya ini nasihat terakhir oleh karena itu nasihatilah kamiâ€
. Lalu Nabibersabda:
ط£ظژظˆظ’طµظگظٹظ’ظƒظڈظ…ظ’ط¨ظگطھظژظ‚ظ’ظˆظژظ‰ ط§ظ„ظ„ظ‡ظگ ظˆظژط§ظ„ط³ظ‘ظژظ…ظ’ط¹ظگ ظˆظژط§ظ„ط·ظ‘ظژط§ط¹ظژط©ظگطŒظˆظژط¥ظگظ� ظ’ ظƒظژط§ظ� ظژ ط¹ظژط¨ظ’ط¯ظ‹ط§ ط­ظژط¨ظژط´ظگظٹظ‘ظ‹ط§طŒظپظژط¥ظگظ� ظ‘ظژظ‡ظڈ ظ…ظژظ� ظ’ ظٹظژط¹ظگط´ظ’ ظ…ظگظ� ظ’ظƒظڈظ…ظ’ ظپظژط³ظژظٹظژط±ظژظ‰ط§ط®ظ’طھظگظ„ط§ظژظپظ‹ط§ ظƒظژط«ظگظٹظ’ط±ظ‹ط§طŒ ظپظژط¹ظژظ„ظژظٹظ’ظƒظڈظ…ظ’ط¨ظگط³ظڈظ� ظ‘ظژطھظگظٹظ’ ظˆظژط³ظڈظ� ظ‘ظژط©ظگ ط§ظ„ظ’ط®ظڈظ„ظژظپظژط§ط،ظگط§ظ„ط±ظ‘ظژط§ط´ظگط¯ظگظٹظ’ظ� ظژ ط§ظ„ظ’ظ…ظژظ‡ظ’ط¯ظگظٹظ‘ظگظٹظ’ظ� ظژطŒط¹ظژط¶ظ‘ظڈظˆظ’ط§ ط¹ظژظ„ظژظٹظ’ظ‡ظژط§ ط¨ظگط§ظ„ظ� ظ‘ظژظˆظژط§ط¬ظگط°ظگطŒظˆظژط¥ظگظٹظ‘ظژط§ظƒظڈظ…ظ’ ظˆظژظ…ظڈط­ظ’ط¯ظژط«ظژط§طھظگ ط§ظ’ظ„ط£ظڈظ…ظڈظˆظ’ط±ظگطŒظپظژط¥ظگظ� ظ‘ظژ ظƒظڈظ„ظ‘ظژ ط¨ظگط¯ظ’ط¹ظژط©ظچ ط¶ظژظ„ط§ظژظ„ظژط©ظŒ.
Artinya: “Akuwasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa kepada Allah, mendengar dan mentaati,sekalipun kepada budak keturunan Habsyi. Maka sesungguhnya barangsiapa diantara kamu hidup (pada saat itu), maka dia akan menyaksikan banyak perbedaanpendapat. Oleh karena itu hendaklah kamu mengikuti sunnahku dan sunnahkhulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah kuat-kuat dengan gigigerahammu (peganglah sunnah ini erat-erat). Dan berwaspadalah kamu terhadapperkara yang diada-adakan (bid’ah) karena setiap bid’ah itu sesatâ€. (HR. AhmadIV:126-127; Abu Dawud, 4583; Tarmidzi, 2676, Ibnu Majah, 43; Ad-Darimi 1:44-45;Al-Baghawi, 1-205, syarah dan As Sunnah, dan Tarmidzi berkata, hadits ini hasanshahih, dan shahih menurut Syaikh Al-Albani).

Hadirin yang berbahagia.
Tentang sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam: “Aku wasiatkan kepadamuagar kamu bertaqwa kepada Allah, mendengar dan mentaatiâ€
, tersebut diatas, Ibnu Rajab berkata, bahwa kedua kata itu yaitu mendengar dan mentaati,mempersatukan kebahagiaan dunia dan akhirat. Adapun taqwa merupakan penjaminkebahagiaan di dunia dan akhirat.

Hadirin sidang Jum’at yang berbahagia.
Di samping itu taqwa juga merupakan sebaik-baiknya pakaian dan bekal orangmu’min, hal ini seperti yang digambarkan oleh Allah Subhannahu wa Ta'aladalam firmanNya surat Al-A’raaf ayat 26 dan Al-Baqarah ayat 197. Allahberfirman:
Hai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untukmenutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulahyang terbaik. (Al-A’raaf: 26).

Allah Ta'ala menganugerahkan kepada hamba-hambaNya pakaian penutup aurat(al-libas) dan pakaian indah (ar-risy), maka al-libas merupakan kebutuhan yangharus, sedangkan ar-risy sebagai tambahan dan penyempurna, artinya Allahmenunjuki kepada manusia bahwa sebaik-baik pakaian yaitu pakaian yang bisa menutupiaurat yang lahir maupun batin, dan sekaligus memper-indahnya, yaitu pakaianat-taqwa.
Qasim bin Malik meriwayatkan dari â€
کAuf dari Ma’bad Al-Juhani berkata, maksud pakaian taqwa adalahal-hayaa’ (malu). Sedangkan Ibnu Abbas berpendapat bahwa pakaian taqwa adalahamal shalih, wajah yang simpatik, dan bisa juga bermakna segala sesuatu yangAllah ajarkan dan tunjukkan.

Adapun taqwa sebagai sebaik-baiknya bekal sebagaimana tertuang dalam firmanAllah dalam surat Al-Baqarah ayat 197:
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa danbertaqwalah kepadaKu, hai orang-orang yang berakal"

Para hadirin yang berbahagia
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat tersebut, dengan menyatakan bahwakalimat “sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwaâ€
, menunjukkanbahwa tatkala Allah memerintahkan kepada hambaNya untuk mengambil bekal dunia,maka Allah menunjuki kepadanya tentang bekal menuju akhirat (yaitu taqwa).

Para hadirin yang berbahagia.
Seandainya kita mampu mengaplikasikan atau merealisasikan, kedua ayat di atasbukanlah suatu hal yang mustahil, dan itu merupakan modal utama bagi kita untukbersua kepada Sang Pencipta.
Saudara-saudara yang berbahagia, banyak sekali faktor-faktor penunjang agarkita bisa merasakan ketaqwaan tersebut, di antaranya:

1. Mahabbatullah
2. Muraqabatullah (merasakan adanya pengawasan Allah)
3. Menjauhi penyakit hati
4. Menundukkan hawa nafsu
5. Mewaspadai tipu daya syaitan
آ§آ  Mahabbatullah
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:
“Mahabbah itu ibarat pohon (kecintaan) dalam hati, akarnya adalah merendahkandiri di hadapan Dzat yang dicintainya, batangnya adalah ma’rifahkepadaNya, rantingnya adalah rasa takut kepada (siksa)Nya,daunnya adalah rasa malu terhadapNya, buah yang dihasilkanadalah taat kepadaNya, bahan penyiramnya adalah dzikirkepadaNya, kapan saja, jika amalan-amalan tersebut berkurang makaberkurang pulalah mahabbahnya kepada Allahâ€
. (Raudlatul Muhibin, 409, Darush Shofa).
آ§آ  Merasakan adanya pengawasan Allah. 
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Dan Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Dan Allah melihat apa-apa yangkamu kerjakanâ€
. (Al-Hadid: 4).
Makna ayat ini, bahwa Allah mengawasi dan menyaksikan perbuatanmu kapansaja dan di mana saja kamu berada. 
Di darat ataupun di laut, pada waktu malam maupun siang. Di rumahkediamanmu maupun di ruang terbuka. Segala sesuatu berada dalam ilmuNya, Diadengarkan perkataanmu, melihat tempat tinggalmu, di mana saja adanya dan Diamengetahui apa yang kamu sembunyikan serta yang kamu fikirkanâ€(TafsirAl-Qur’anul Adzim, IV/304).
آ§آ  Menjauhi penyakit hati 
Para hadirin.
Di dunia ini tidak ada yang namanya kejahatan dan bencana besar, kecualipenyebabnya adalah perbuatan-perbuatan dosa dan maksiat. Adapun penyebab dosaitu teramat banyak sekali, di antaranya penyakit hati, penyakit yang cukupkronis, yang menimpa banyak manusia, seperti dengki, yang tidaksenang kebahagiaan menghinggap kepada orang lain, atau ghibah yangselalu membicarakan aib orang lain, dan satu penyakit yang tidak akan diampunioleh Allah yaitu Syirik. Oleh karena itu mari kita berlindungkepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dari penyakit itu semua.
آ§آ  Menundukkan hawa nafsu 
Apabila kita mampu menahan dan menundukkan hawa nafsu, maka kita akanmendapatkan kebahagiaan dan tanda adanya nilai takwa dalam pribadi kita sertadi akhirat mendapat balasan Surga. Seperti firman Allah yang artinya:
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada Tuhannya dan menahan diri darikeinginan nafsunya, maka sesungguhnya Surgalah tempat tinggalnya.â€
(An-Nazi’at:40-41)
آ§آ  Mewaspadai tipu daya syaithan 
Para hadirin yang berbahagia.
Seperti kita ketahui bersama bahwasanya syaithan menghalangiorang-orang mu’min dengan beberapa penghalang, yangpertama adalah kufur, jikalau seseorang selamat dari kekufuran,maka syaithan menggunakan caranya yang kedua yaitu berupa bid’ah,jika selamat pula maka ia menggunakan cara yang ketiga yaitu dengan dosa-dosabesar, jika masih tak berhasil dengan cara ini ia menggoda dengan perbuatanmubah, sehingga manusia menyibukkan dirinya dalam perkara ini, jika tidakmampu juga maka syaithan akan menyerahkan bala tentaranya untuk menimbulkanberbagai macam gangguan dan cobaan silih berganti.
Saudara-saudarayang berbahagia, maka tidak diragukan lagi, bahwa mengetahuirintangan-rintangan yang dibuat syaithan dan mengetahui tempat-tempat masuknyake hati anak Adam dari bujuk rayu syaithan merupakan poin tersendiri bagi kita.

Para hadirin yang berbahagia, demikianlah apa-apa yang bisa sayasampaikan, marilah kita berharap kepada Allah semoga kita termasuk orang-orangyang Muttaqin yang selalu istiqomah pada jalanNya.
ط¨ظژط§ط±ظژظƒظژ ط§ظ„ظ„ظ‡ظڈ ظ„ظگظٹظ’ظˆظژظ„ظژظƒظڈظ…ظ’ ظپظگظٹ ط§ظ„ظ’ظ‚ظڈط±ظ’ط¢ظ� ظگ ط§ظ„ظ’ط¹ظژط¸ظگظٹظ’ظ…ظگطŒظˆظژظ� ظژظپظژط¹ظژظ� ظگظٹظ’ ظˆظژط¥ظگظٹظ‘ظژط§ظƒظڈظ…ظ’ ط¨ظگظ…ظژط§ ظپظگظٹظ’ظ‡ظگظ…ظگظ� ظژ ط§ظ’ظ„ط¢ظٹظژط§طھظگ ظˆظژط§ظ„ط°ظ‘ظگظƒظ’ط±ظگ ط§ظ„ظ’ط­ظژظƒظگظٹظ’ظ…ظگطŒظˆظژطھظژظ‚ظژط¨ظژظ„ظ‘ظژ ط§ظ„ظ„ظ‡ظڈ ظ…ظگظ� ظ‘ظگظٹظ’ ظˆظژظ…ظگظ� ظ’ظƒظڈظ…ظ’طھظگظ„ط§ظژظˆظژطھظژظ‡ظڈطŒ ط¥ظگظ� ظ‘ظژظ‡ظڈ ظ‡ظڈظˆظژ ط§ظ„ط³ظ‘ظژظ…ظگظٹظ’ط¹ظڈط§ظ„ظ’ط¹ظژظ„ظگظٹظ’ظ…ظڈ. ظˆظژط£ظژط³ظ’طھظژط؛ظ’ظپظگط±ظڈ ط§ظ„ظ„ظ‡ظژ ظ„ظگظٹظ’ ظˆظژظ„ظژظƒظڈظ…ظ’.ط£ظژظ‚ظڈظˆظ’ظ„ظڈ ظ‚ظژظˆظ’ظ„ظگظٹظ’ ظ‡ظژط°ظژط§ ظˆظژط£ظژط³ظ’طھظژط؛ظ’ظپظگط±ظڈط§ظ„ظ„ظ‡ظژ ط§ظ„ظ’ط¹ظژط¸ظگظٹظ’ظ…ظژ ظ„ظگظٹظ’ ظˆظژظ„ظژظƒظڈظ…ظ’ظˆظژظ„ظگط³ظژط§ط¦ظگط±ظگ ط§ظ„ظ’ظ…ظڈط³ظ’ظ„ظگظٹظگظ…ظ’ظ� ظژظˆظژط§ظ„ظ’ظ…ظڈط³ظ’ظ„ظگظ…ظژط§طھظگ ظˆظژط§ظ„ظ’ظ…ظڈط¤ظ’ظ…ظگظ� ظگظٹظ’ظ� ظژظˆظژط§ظ„ظ’ظ…ظڈط¤ظ’ظ…ظگظ� ظژط§طھظگ ط§ظ’ظ„ط£ظژط­ظ’ظٹظژط§ط،ظگ ظ…ظگظ� ظ’ظ‡ظڈظ…ظ’ظˆظژط§ظ’ظ„ط£ظژظ…ظ’ظˆظژط§طھظگ. ظپظژط§ط³ظ’طھظژط؛ظ’ظپظگط±ظڈظˆظ’ظ‡ظڈطŒط¥ظگظ� ظ‘ظژظ‡ظڈ ظ‡ظڈظˆظژ ط§ظ„ظ’ط؛ظژظپظڈظˆظ’ط±ظڈ ط§ظ„ط±ظ‘ظژط­ظگظٹظ’ظ…ظڈ.
Khutbah Kedua
ط¥ظگظ� ظ‘ظژ ط§ظ„ظ’ط­ظژظ…ظ’ط¯ظژظ„ظگظ„ظ‘ظژظ‡ظگ ظ� ظژط­ظ’ظ…ظژط¯ظڈظ‡ظڈ ظˆظژظ� ظژط³ظ’طھظژط¹ظگظٹظ’ظ� ظڈظ‡ظڈظˆظژظ� ظژط³ظ’طھظژط؛ظ’ظپظگط±ظڈظ‡ظ’ ظˆظژظ� ظژط¹ظڈظˆط°ظڈ ط¨ظگط§ظ„ظ„ظ‡ظگ ظ…ظگظ� ظ’ط´ظڈط±ظڈظˆظ’ط±ظگ ط£ظژظ� ظ’ظپظڈط³ظگظ� ظژط§ ظˆظژظ…ظگظ� ظ’ ط³ظژظٹظ‘ظگط¦ظژط§طھظگط£ظژط¹ظ’ظ…ظژط§ظ„ظگظ� ظژط§طŒ ظ…ظژظ� ظ’ ظٹظژظ‡ظ’ط¯ظگظ‡ظگ ط§ظ„ظ„ظ‡ظڈ ظپظژظ„ط§ظژظ…ظڈط¶ظگظ„ظ‘ظژ ظ„ظژظ‡ظڈ ظˆظژظ…ظژظ� ظ’ ظٹظڈط¶ظ’ظ„ظگظ„ظ’ ظپظژظ„ط§ظژ ظ‡ظژط§ط¯ظگظٹظژظ„ظژظ‡ظڈ. ط£ظژط´ظ’ظ‡ظژط¯ظڈ ط£ظژظ� ظ’ ظ„ط§ظژ ط¥ظگظ„ظژظ‡ظژ ط¥ظگظ„ط§ظ‘ظژ ط§ظ„ظ„ظ‡ظڈظˆظژط­ظ’ط¯ظژظ‡ظڈ ظ„ط§ظژ ط´ظژط±ظگظٹظ’ظƒظژ ظ„ظژظ‡ظڈ ظˆظژط£ظژط´ظ’ظ‡ظژط¯ظڈط£ظژظ� ظ‘ظژ ظ…ظڈط­ظژظ…ظ‘ظژط¯ظ‹ط§ ط¹ظژط¨ظ’ط¯ظڈظ‡ظڈ ظˆظژط±ظژط³ظڈظˆظ’ظ„ظڈظ‡ظڈطµظژظ„ظ‘ظژظ‰ ط§ظ„ظ„ظ‡ظڈ ط¹ظژظ„ظژظ‰ ظ� ظژط¨ظگظٹظ‘ظگظ� ظژط§ ظ…ظڈط­ظژظ…ظ‘ظژط¯ظچظˆظژط¹ظژظ„ظژظ‰ ط¢ظ„ظگظ‡ظگ ظˆظژط£ظژطµظ’ط­ظژط§ط¨ظگظ‡ظگ ظˆظژط³ظژظ„ظ‘ظژظ…ظژطھظژط³ظ’ظ„ظگظٹظ’ظ…ظ‹ط§ ظƒظژط«ظگظٹظ’ط±ظ‹ط§. ظ‚ظژط§ظ„ظژ طھظژط¹ظژط§ظ„ظژظ‰: ظٹظژط§ط£ظژظٹظ‘ظڈظ‡ط§ظژ ط§ظ„ظ‘ظژط°ظگظٹظ’ظ� ظژ ط،ظژط§ظ…ظژظ� ظڈظˆط§ ط§طھظ‘ظژظ‚ظڈظˆط§ط§ظ„ظ„ظ‡ظژ ط­ظژظ‚ظ‘ظژ طھظڈظ‚ظژط§طھظگظ‡ظگ ظˆظژظ„ط§ظژ طھظژظ…ظڈظˆظ’طھظڈظ� ظ‘ظژط¥ظگظ„ط§ظ‘ظژ ظˆظژط£ظژظ� طھظڈظ…ظ’ ظ…ظ‘ظڈط³ظ’ظ„ظگظ…ظڈظˆظ’ظ� ظژ. ظ‚ظژط§ظ„ظژطھظژط¹ظژط§ظ„ظژظ‰: {ظˆظژظ…ظژظ� ظٹظژطھظ‘ظژظ‚ظگ ط§ظ„ظ„ظ‡ظژ ظٹظژط¬ظ’ط¹ظژظ„ظ„ظ‘ظژظ‡ظڈ ظ…ظژط®ظ’ط±ظژط¬ظ‹ط§} ظˆظژظ‚ظژط§ظ„ظژ: {ظˆظژظ…ظژظ� ظٹظژطھظ‘ظژظ‚ظگط§ظ„ظ„ظ‡ظژ ظٹظڈظƒظژظپظ‘ظگط±ظ’ ط¹ظژظ� ظ’ظ‡ظڈ ط³ظژظٹظ‘ظگط¦ظژط§طھظگظ‡ظگظˆظژظٹظڈط¹ظ’ط¸ظگظ…ظ’ ظ„ظژظ‡ظڈ ط£ظژط¬ظ’ط±ظ‹ط§}
ط«ظڈظ…ظ‘ظژ ط§ط¹ظ’ظ„ظژظ…ظڈظˆظ’ط§ ظپظژط¥ظگظ� ظ‘ظژ ط§ظ„ظ„ظ‡ظژ ط£ظژظ…ظژط±ظژظƒظڈظ…ظ’ط¨ظگط§ظ„طµظ‘ظژظ„ط§ظژط©ظگ ظˆظژط§ظ„ط³ظ‘ظژظ„ط§ظژظ…ظگ ط¹ظژظ„ظژظ‰ط±ظژط³ظڈظˆظ’ظ„ظگظ‡ظگ ظپظژظ‚ظژط§ظ„ظژ: {ط¥ظگظ� ظ‘ظژ ط§ظ„ظ„ظ‡ظژ ظˆظژظ…ظژظ„ط§ظژط¦ظگظƒظژطھظژظ‡ظڈظٹظڈطµظژظ„ظ‘ظڈظˆظ’ظ� ظژ ط¹ظژظ„ظژظ‰ ط§ظ„ظ� ظ‘ظژط¨ظگظٹظ‘ظگطŒ ظٹظژط§ط£ظژظٹظ‘ظڈظ‡ط§ظژ ط§ظ„ظ‘ظژط°ظگظٹظ’ظ� ظژ ط،ظژط§ظ…ظژظ� ظڈظˆظ’ط§ طµظژظ„ظ‘ظڈظˆظ’ط§ط¹ظژظ„ظژظٹظ’ظ‡ظگ ظˆظژط³ظژظ„ظ‘ظگظ…ظڈظˆظ’ط§ طھظژط³ظ’ظ„ظگظٹظ’ظ…ظ‹ط§}.
ط§ظژظ„ظ„ظ‘ظژظ‡ظڈظ…ظ‘ظژ طµظژظ„ظ‘ظگ ط¹ظژظ„ظژظ‰ ظ…ظڈط­ظژظ…ظ‘ظژط¯ظچ ظˆظژط¹ظژظ„ظژظ‰ط¢ظ„ظگ ظ…ظڈط­ظژظ…ظ‘ظژط¯ظچ ظƒظژظ…ظژط§ طµظژظ„ظ‘ظژظٹظ’طھظژ ط¹ظژظ„ظژظ‰ط¥ظگط¨ظ’ط±ظژط§ظ‡ظگظٹظ’ظ…ظژ ظˆظژط¹ظژظ„ظژظ‰ ط¢ظ„ظگ ط¥ظگط¨ظ’ط±ظژط§ظ‡ظگظٹظ’ظ…ظژطŒط¥ظگظ� ظ‘ظژظƒظژ ط­ظژظ…ظگظٹظ’ط¯ظŒ ظ…ظژط¬ظگظٹظ’ط¯ظŒ. ظˆظژط¨ظژط§ط±ظگظƒظ’ ط¹ظژظ„ظژظ‰ظ…ظڈط­ظژظ…ظ‘ظژط¯ظچ ظˆظژط¹ظژظ„ظژظ‰ ط¢ظ„ظگ ظ…ظڈط­ظژظ…ظ‘ظژط¯ظچ ظƒظژظ…ظژط§ط¨ظژط§ط±ظژظƒظ’طھظژ ط¹ظژظ„ظژظ‰ ط¥ظگط¨ظ’ط±ظژط§ظ‡ظگظٹظ’ظ…ظژ ظˆظژط¹ظژظ„ظژظ‰ ط¢ظ„ظگط¥ظگط¨ظ’ط±ظژط§ظ‡ظگظٹظ’ظ…ظژطŒ ط¥ظگظ� ظ‘ظژظƒظژ ط­ظژظ…ظگظٹظ’ط¯ظŒ ظ…ظژط¬ظگظٹظ’ط¯ظŒ.ط§ظژظ„ظ„ظ‘ظژظ‡ظڈظ…ظ‘ظژ ط§ط؛ظ’ظپظگط±ظ’ ظ„ظگظ„ظ’ظ…ظڈط³ظ’ظ„ظگظ…ظگظٹظ’ظ� ظژظˆظژط§ظ„ظ’ظ…ظڈط³ظ’ظ„ظگظ…ظژط§طھظگطŒ ظˆظژط§ظ„ظ’ظ…ظڈط¤ظ’ظ…ظگظ� ظگظٹظ’ظ� ظژظˆظژط§ظ„ظ’ظ…ظڈط¤ظ’ظ…ظگظ� ظژط§طھظگ ط§ظ’ظ„ط£ظژط­ظ’ظٹظژط§ط،ظگ ظ…ظگظ� ظ’ظ‡ظڈظ…ظ’ظˆظژط§ظ’ظ„ط£ظژظ…ظ’ظˆظژط§طھظگطŒ ط¥ظگظ� ظ‘ظژظƒظژ ط³ظژظ…ظگظٹظ’ط¹ظŒظ‚ظژط±ظگظٹظ’ط¨ظŒ. ط§ظژظ„ظ„ظ‘ظژظ‡ظڈظ…ظ‘ظژ ط£ظژط±ظگظ� ظژط§ ط§ظ„ظ’ط­ظژظ‚ظ‘ظژ ط­ظژظ‚ظ‘ظ‹ط§ظˆظژط§ط±ظ’ط²ظڈظ‚ظ’ظ� ظژط§ ط§طھظ‘ظگط¨ظژط§ط¹ظژظ‡ظڈطŒ ظˆظژط£ظژط±ظگظ� ظژط§ط§ظ„ظ’ط¨ظژط§ط·ظگظ„ظژ ط¨ط§ظژط·ظگظ„ط§ظ‹ ظˆظژط§ط±ظ’ط²ظڈظ‚ظ’ظ� ظژط§ ط§ط¬ظ’طھظگظ� ظژط§ط¨ظژظ‡ظڈ.ط±ظژط¨ظ‘ظژظ� ظژط§ ط¢طھظگظ� ظژط§ ظپظگظٹ ط§ظ„ط¯ظ‘ظڈظ� ظ’ظٹظژط§ ط­ظژط³ظژظ� ظژط©ظ‹ظˆظژظپظگظٹ ط§ظ„ط¢ط®ظگط±ظژط©ظگ ط­ظژط³ظژظ� ظژط©ظ‹ ظˆظژظ‚ظگظ� ظژط§ ط¹ظژط°ظژط§ط¨ظژط§ظ„ظ� ظ‘ظژط§ط±ظگ. ط±ظژط¨ظ‘ظژظ� ظژط§ ظ‡ظژط¨ظ’ ظ„ظژظ� ظژط§ ظ…ظگظ� ظ’ط£ظژط²ظ’ظˆظژط§ط¬ظگظ� ظژط§ ظˆظژط°ظڈط±ظ‘ظگظٹظ‘ظژط§طھظگظ� ظژط§ ظ‚ظڈط±ظ‘ظژط©ظژط£ظژط¹ظ’ظٹظڈظ� ظچ ظˆظژط§ط¬ظ’ط¹ظژظ„ظ’ظ� ظژط§ ظ„ظگظ„ظ’ظ…ظڈطھظ‘ظژظ‚ظگظٹظ� ظژط¥ظگظ…ظژط§ظ…ظ‹ط§. ط³ظڈط¨ظ’ط­ظژط§ظ� ظژ ط±ظژط¨ظ‘ظگظƒظژ ط±ظژط¨ظ‘ظگط§ظ„ظ’ط¹ظگط²ظ‘ظژط©ظگ ط¹ظژظ…ظ‘ظژط§ ظٹظژطµظگظپظڈظˆظ’ظ� ظژطŒ ظˆظژط³ظژظ„ط§ظژظ…ظŒط¹ظژظ„ظژظ‰ ط§ظ„ظ’ظ…ظڈط±ظ’ط³ظژظ„ظگظٹظ’ظ� ظژ ظˆظژط§ظ„ظ’ط­ظژظ…ظ’ط¯ظڈ ظ„ظگظ„ظ‘ظژظ‡ظگط±ظژط¨ظ‘ظگ ط§ظ„ظ’ط¹ظژط§ظ„ظژظ…ظگظٹظ’ظ� ظژ.
ظˆظژطµظژظ„ظ‘ظژظ‰ ط§ظ„ظ„ظ‡ظڈ ط¹ظژظ„ظژظ‰ ظ…ظڈط­ظژظ…ظ‘ظژط¯ظچ ظˆظژط¹ظژظ„ظژظ‰ط¢ظ„ظگظ‡ظگ ظˆظژطµظژط­ظ’ط¨ظگظ‡ظگ ظˆظژط³ظژظ„ظ‘ظژظ…ظژ. ظˆظژط£ظژظ‚ظگظ…ظگط§ظ„طµظ‘ظژظ„ط§ظژط©ظژ.

آ 

0 comments:

Post a Comment