VIVAnews - Sukhoi Superjet 100 (SSJ-100) yang dipiloti penerbang senior Aleksandr Yablontsev dan kopilot Aleksandr Kochetkov tidak kembali lagi ke Lapangan Udara Halim Perdana Kusuma sesuai yang dijadwalkan. Di tengah jalan menuju Pelabuhan Ratu, pesawat menabrak tebing Puncak I, Gunung Salak.
Sebelum nahas, pilot sempat menginformasikan ke air traffict control (ATC) Bandara Soekarno-Hatta, bahwa pesawat akan turun dari ketinggian 10.000 kaki ke 6.000 kaki.
Juru Bicara Badan SAR Nasional (Basarnas), Gagah Prakoso membantah, saat itu pilot minta izin. "Dia hanya report ke ATC ke 6.000. Belum dijawab oleh tower dia menabrak, sebelum dia jawab sudah menghilang," kata dia di Jakarta, Kamis 10 Mei 2012.
Dia menambahkan kecepatan pesawat kala itu 800 km/jam. " Itu pesawat kecil," tambah dia.
Mengapa pilot meminta turun? "Itu biasanya itu inisiatif dari penerbang, mungkin saja karena cuaca atau kabut tebal," tambah dia.
Gatot menambahkan, jika cuaca mendukung, hari ini para korban bisa dibawa langsung ke Halim atau RS Polri Kramat Jati. "Kalau tidak kami akan menunggu besok pagi," tambah dia.
Sebelumnya, perwakilan agen Sukhoi Indonesia, Trigama Rekatama, Sunaryo mengatakan, seharusnya Sukhoi tak diizinkan turun ke ketinggian 6.000 kaki. "Harusnya nggak dikasih izin, nanti biar KNKT yang menyelidiki. Cengkareng kan semestinya tahu," kata dia.
Tapi, apakah pilot yang asal Rusia itu tahu rute penerbangan? "Tahu semestinya karena dia sudah belajar pemetaan," kata Sunaryo.
Seperti dimuat situs berita Rusia, RT, pesawat nahas itu dipiloti penerbang senior Aleksandr Yablontsev dan kopilot Aleksandr Kochetkov.
0 comments:
Post a Comment